Minggu, 27 Mei 2018

Bersabar Dalam Dakwah

Ust. Ismail Yusanto : "Dakwah itu bagai air, Dia akan terus mengalir hingga tujuan akhir, Mencari sela-sela dan lubang terkecil untuk ditembus. Mencari tembok penghalang yang paling rapuh untuk didobrak. Jika penghalang itu terlalu kuat, air akan mengumpulkan massa dengan kekuatan yang lebih besar untuk menembus atau melompati tembok penghalang itu. Namun jika memang penghalang itu teramat sangat kuat, air akan menguap berkumpul dengan uap air lainya di awan dan disiapkan untuk menghujani seluruh wilayah secara massif, sehingga wilayah-wilayah yang tak terjangkau sekalipun akan terbasahi, seperti halnya dengan DAKWAH INI"

Sungguh Menakjubkan Perjalanan Dimalam Hari

Perjalanan super kilat dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsha telah dilalui. Dengan kendaraan yang sama, Buraq, Rasulullah bersama Jibril naik ke langit. Semakin jauh, bumi terlihat semakin kecil. Dan segala rintangan dakwah di Makkah terasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan agungnya kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tiba di langit pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan Nabi Adam lalu manusia dan Nabi pertama itu mendoakan kebaikan untuknya. Di langit kedua, Rasulullah bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya. Keduanya menyambut Rasulullah dan mendoakan kebaikan untuknya. Di langit ketiga bertemu Nabi Yusuf yang dianugerahi setengah ketampanan manusia sejagat raya. Di langit keempat bertemu Nabi Idris. Di langit kelima bertemu Nabi Harun. Di langit keenam bertemu Nabi Musa. Mereka semua mendoakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu Rasulullah sampai di sidratul muntaha yang membuat beliau benar-benar terpesona. Terpesona di sidratul muntaha, yakni tempat tertinggi di langit yang menjadi batas ujung pengetahuan dan amal aktifitas para makhluk. Tidak seorang makhluk pun mengetahui apa yang ada di belakangnya. “Tempat ini diserupakan dengan as sidrah yang artinya pohon nabk karena mereka berkumpul di bawah teteduhannya. Di dekat sidratul muntaha ada surga Al Ma’wa yakni tempat tinggal arwah orang-orang mukmin yang bertaqwa,” terang Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir. Sidratul muntaha ini berada di langit ketujuh. Di sana ada pepohonan besar yang buahnya seperti guci hajar aswad dan daunnya seperti telinga gajah. Satu dahannya mampu menaungi 100 tahun perjalanan. لَمَّا رُفِعْتُ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى فِى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ نَبْقُهَا مِثْلُ قِلاَلِ هَجَرَ وَوَرَقُهَا مِثْلُ آذَانِ الْفِيَلَةِ “Tatkala aku dibawa naik ke sidratul muntaha di langit ketujuh, buahnya seperti guci Hajar dan daunnya seperti telinga gajah” (HR. Daruquthni) يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِى ظِلِّ الْفَنَنِ مِنْهَا مِائَةَ سَنَةٍ أَوْ يَسْتَظِلُّ بِظِلِّهَا مِائَةُ رَاكِبٍ شَكَّ يَحْيَى فِيهَا فَرَاشُ الذَّهَبِ كَأَنَّ ثَمَرَهَا الْقِلاَلُ “Orang yang naik kendaraan berjalan di bawah satu dahan dari pohon Sidratul Muntaha selama seratus tahun, atau satu dahannya bisa digunakan berteduh oleh seratus orang yang naik kendaraan. Di sidratul muntaha terdapat faraasy (kupu-kupu kecil) emas. Buah Sidratul Muntaha laksana guci” (HR. Tirmidzi) Syaikh Wahbah Az Zuhaili menambahkan, Sidratul muntaha diliputi oleh makhluk-makhluk yang tidak bisa digambarkan, dijelaskan dan dihitung yang menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah menjelaskan dalam Shahih Bukhari, ketika perintah Allah memenuhi sidratul muntaha, sidratul muntaha berubah dan tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang bisa menjelaskan sifat-sifat Sidratul Muntaha karena keindahannya. Baca kronologis peristiwa lengkap dan hikmahnya dalam artikel Isra Miraj Di saat seperti itulah, Allah memberi wahyu dan mewajibkan sholat. Dan itulah yang paling membuat Rasulullah terpesona di sidratul muntaha. Bertemu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun tidak melihatNya langsung karena terhijab cahaya, pertemuan saat mi’raj itu adalah kenikmatan terbesar dalam rangkaian peristiwa terpesona di sidratul muntaha. [Muchlisin BK/Kisahikmah]

Sabtu, 26 Mei 2018

Istri Ini Mau Cari Penghasilan Sendiri Lihat Akhirnya

Bismillah... Kisah Inspiratif : Bang, Aku Ingin Kerja . istri : Abang, aku mau kerja!” . suami : “Jangan, lah. Kamu di rumah saja. Istri itu di rumah tugasnya :)” . istri : “Itu, tetangga kita, dia kerja!” . suami :“Hehe …, dia itu guru, sayaang. Dia dibutuhkan banyak orang. Yang membutuhkan kamu tidak banyak. Hanya Abang dan anak kita. Di rumah saja, ya.” . istri : “Itu…, tetangga kita yang satunya, yang sekarang sudah pindah ke kampung sebelah, aku lihat dia kerja. Bukan guru. Tidak dibutuhkan banyak orang.” . suami :“Nanti, tunggu Abang meninggal dunia.” . istri : “Apa-apaan sih?” . suami :“Dia itu janda, sayaaaang. Suaminya meninggal satu setengah bulan yang lalu. Makanya dia kerja.” . istri : “Tapi kebutuhan kita makin banyak, Bang” . suami : “Kan Abang masih kerja, Abang masih sehat, aku masih kuat. Akan Abang usahakan, InsyaAllah.” . istri : “Iya, aku tahu. Tapi penghasilan Abang untuk saat ini tidaklah cukup.” . suami : “Bukannya tidak cukup, tapi belum lebih. Mengapa Abang bilang begitu? Karena Allah pasti mencukupi. Lagi pula, kalau kamu kerja siapa yang jaga anak kita?” . istri : “Kan ada Ibu! Pasti beliau tidak akan keberatan. Malah dengan sangat senang hati.” . suami : “Istri Abang yang Abang cintai, dari perut sampai lahir, sampai sebelum Abang bisa mengerjakan pekerjaan Abang sendiri, segalanya menggunakan tenaga Ibu. Abang belum ada pemberian yang sebanding dengan itu semua. Sedikit pun belum terbalas jasanya. Dan Abang yakin itu tak akan bisa. Setelah itu semua, apakah sekarang Abang akan meminta Ibu untuk mengurus anak Abang juga?” . istri :“Bukan Ibumu, tapi Ibuku, Bang?” . suami : “Apa bedanya? Mereka berdua sama, Ibu kita. Mereka memang tidak akan keberatan. Tapi kita, kita ini akan jadi anak yang tegaan. Seolah-olah, kita ini tidak punya perasaan.” . istri : “Jadi, kita harus bagaimana?” . suami : “Istriku, takut tidak tercukupi akan rezeki adalah penghinaan kepada Allah. Jangan khawatir! Mintalah pada-Nya. Atau begini saja, Abang ada ide! Tapi Abang mau tanya dulu.” . istri :“Apa, Bang?” . suami : “Apa alasan paling mendasar, yang membuat kamu ingin bekerja?” . istri : “Ya untuk memperbaiki perekonomian kita, Bang. Aku ingin membantumu dalam penghasilan. Untuk kita, keluarga kita.” . suami : “Kalau memang begitu, kita buka usaha kecil saja di rumah. Misal sarapan pagi. Bubur ayam misalnya? Atau, bisnis online saja. Kamu yang jalani. Bagaimana? anak terurus, rumah terurus, Abang terlayani, uang masuk terus, InsyaAllah. Keren, kan?” . istri : “Suamiku sayang, aku tidak pandai berbisnis, tidak bisa jualan. Aku ini karyawati. Bakatku di sana. Aku harus keluar kalau ingin menambah penghasilan.” . suami : “Tidak harus keluar. Tenang, masih ada solusi!” . istri :“Apa?” . suami : “Bukankah ada yang lima waktu? Bukankah ada Tahajud? Bukankah ada Dhuha? Bukankah ada sedekah? Bukankah ada puasa? Bukankah ada amalan-amalan lainnya? Allah itu Maha Kaya. Minta saja pada-Nya.” . istri :“Iya, Bang, aku tahu. Tapi itu semua harus ada ikhtiar nyata.” . suami : “Kita ini partner, sayang. Abanglah pelaksana ikhtiarnya. Tugas kamu cukup itu. InsyaAllah jika menurut Allah baik, menurut-Nya kita pantas, kehidupan kita pasti akan berubah.” . istri : “Tapi, Bang?!” . suami : “Abang tanya lagi…, kamu ingin kita hidup kaya, apa berkah?” . istri :“Aku ingin kita hidup kaya dan berkah.” . suami : “Kalau begitu lakukan amalan-amalan tadi. InsyaAllah kaya dan berkah.” . istri : “Kalau tidak kaya?” . suami : “Kan masih berkah? Dan…, tahu apa yang terjadi padamu jika tetap istiqomah dengan itu?” . istri : “Apa, Bang? . suami : “Pilihlah pintu surga yang mana saja yang kamu suka. Dan kamu, menjadi sebenar-benarnya perhiasan dunia.” *** Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang wanita (istri) itu telah melakukan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga harga dirinya dan mentaati perintah suaminya, maka ia diundang di akhirat supaya masuk surga berdasarkan pintunya mana yang ia suka (sesuai pilihannya),” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani). . “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah” [H.R. Muslim] . . .

Setelah Di Dekati Apa Yang Terjadi???

Bagi yg belum tahu. Pohon SAHABI Pohon Sahabi yang menjadi saksi bisu pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Biarawan Kristen bernama Bahira. Telah ditemukan kembali oleh Pangeran Ghazi bin Muhammad dan otoritas pemerintah Yordania. ketika memeriksa arsip negara di Royal Archives. Mereka menemukan referensi dari teks-teks kuno yang menyebutkan bahwa Pohon Sahabi Berada di wilayah padang pasir diutara Yordania. Setelah 1400 tahun berlalu, pohon ini ditemukan masih hidup dan tetap tumbuh kokoh di tengah ganasnya gurun Yordania bersama beberapa ulama terkenal termasuk Syekh Ahmad Hassoun, Mufti Besar Suriah, Pangeran Ghazi. Mengadakan pengamatan dan ternyata benar pohon tua itulah yang disebutkan dalam catatan biarawan Bahira. Kini Pohon tersebut dilestarikan oleh pemerintah Yordania dan dipantau secara rutin keberadaannya. Keberadaan pohon ini memang cukup unik dan dinilai tidak cocok tumbuh dilingkungan sekitarnya. Pasalnya lingkungan sekitar pohon itu, merupakan tanah kering dan sangat gersang, sementara pohon Sahabi menjadi satu-satunya pohon yang tumbuh subur dengan daun yang rimbun. Kondisi ini menentang kegersangan dan ketiadaan warna dari lingkungan di sekitar pohon. Meskipun kekuatan matahari ditengah gurun sangat terik, namun akan terasa teduh ketika berada di bawah pohon ini. Tiga manuskrip kuno yang ditulis oleh Ibn Hisham, Ibn Sa'd al-Baghdadi, dan Muhammad Ibn Jarir al-Tabari menceritakan tentang kisah Bahira yang bertemu dengan bocah kecil calon rasul terakhir. Saat itu Muhammad baru berusia 9 atau 12 tahun. Ia menyertai pamannya Abu Thalib dalam perjalanan untuk berdagang ke Suriah. Pada suatu hari, Biarawan Bahira mendapat firasat, kalau ia akan bertemu dengan sang nabi terakhir.. tiba tiba ia melihat rombongan kafilah pedagang Arab, dan melihat pemuda kecil yang memiliki ciri-ciri sesuai yang digambarkan dalam kitabnya. kemudian Bahira mengundang kafilah tersebut dalam sebuah perjamuan. Semua anggota kafilah menghadiri kecuali anak yang Ia tunggu-tunggu. Ternyata. Muhammad kecil sedang menunggu di bawah pohon untuk menjaga unta-unta. Bahira keluar mencarinya dan ia sangat takjub menyaksikan cabang2 pohon Sahabi merunduk melindungi sang pemuda dari terik Matahari. Dan segumpal awan pun ikut memayungi ke manapun ia pergi. Bahira pun meminta agar bocah kecil tersebut diajak serta berteduh dan bersantap dalam perjamuan. Dia pun segera meneliti dan menanyai pemuda kecil ini. dan menyimpulkan bahwa Dia adalah utusan terakhir yang dijelaskan dalam Alkitab. Bahira pun meyakinkan paman anak itu yakni Abu Thalib untuk kembali ke Makkah, karena orang-orang Yahudi tengah mencari Muhammad SAW untuk membunuhnya . Setelah berselang 1400 tahun kemudian, pohon yang pernah meneduhi Muhammad itu masih berdiri tegak, menjadi satu-satunya pohon yang berhasil hidup di tengah padang pasir gersang. Pohon ini secara ajaib diawetkan oleh Allah untuk waktu yang panjang. Namun siapapun masih bisa menyentuh dan berlindung di bawah cabangnya yang senantiasa rimbun.