Minggu, 14 Mei 2017

FAKTA BICARA TENTANG REALITAS SI HARGA MATI

بسم اللّٰه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته

Surat Terbuka,
Buat Sahabat & Kawan di Nusantara.

Salam Ukhuwwah, Satu Aqidah, Satu Bangsa.

Wallahi, karena Iman-Islam, Saya Cinta Negeri ini, & Hanya Ingin Yang Terbaik Buat Negeri ini...
___________________


*1. PANCASILA*

a). Piagam Jakarta yg Disepakati Panitia 9, dirubah sepihak oleh sebagian kecil mereka hingga terjadilah tragedi hilangnya 7 kata suci pada Sila Pertama.

b). Saat menjadi Presiden, Ir. Soekarno pernah memeras Pancasila menjadi Trisila [(1) Sosio Kebangsaan, (2) Sosio Kerakyatan, (3) keTuhanan].

Ia pun mengemukakan gagasan konsep politik Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis), serta Poros Jakarta-Peking (China)-Pyongyang (Korea Utara)-Moskow (Rusia).

Pada waktu lain, Ir. Soekarno bahkan memeras Pancasila hingga menjadi satu sila (Ekasila) yaitu Gotong Royong.

Selama era Soekarno sangat jelas aplikasi Pancasila dominan menggunakan corak warna Ideologi Sosialisme.

c). Kemudian seiring Gagalnya Pemberontakan, lalu Pembubaran, serta Pelarangan PKI, Rezim Orde Baru di bawah Soeharto berpindah haluan ke Amerika Serikat, maka Penerapan Pancasila lebih didominasi corak warna ideologi Kapitalisme.

d) Ketika terjadi krisis ekonomi 1997 dan jatuhnya Orde Baru, hingga muncullah era Reformasi sampai sekarang ini, pengaruh warna Ideologi Kapitalisme bahkan semakin kental mencengkram.

Maka muncullah aneka Perundang-undangan yang sarat muatan kepentingan Asing-Aseng, Privatisasi-Liberalisasi merambah aneka sektor, mulai dari Sumber Daya Alam, Pertanahan-Perkebunan, BUMN, Penghapusan Subsidi, serta Kenaikan Pajak dan Hutang.

Semua ini sebenarnya & tentunya bertentangan dgn Pancasila, tapi sudah terjadi dengan maraknya.

Paparan a-d ini pun, cukup menunjukkan bahwa Pancasila ternyata bukan harga mati, Pancasila masih harga tawar sesuai realita politik yang berkembang.

Politik, Hukum, Ekonomi, Pendidikan, Sosial-Budaya negeri kita saat ini dominan dengan warna: Apatis, Pragmatis, Opportunis, Liberalis, Kapitalis, Materialis, Individualis, Permisif, Hedonis, & Sinkritis...

*Apakah benar mesti seperti ini gambaran negeri Pancasilais itu...?*

*2. UUD 1945*

a). Fakta menunjukkan bahwa setelah ditetapkan pada Rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945, ia hanya berlaku hingga 27 Desember 1949 dengan lahirnya Konstitusi RIS, lalu berganti lagi dengan UUD Sementara pada 17 Agustus 1950.

Kemudian melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali berganti & diberlakukan ulang UUD 1945.

b). Setelah sekitar 40 tahun bertahan pada periode pemberlakuan yang kedua, bahkan sempat hampir dikultuskan layaknya kitab suci yang tidak boleh dirubah, tetapi Arus Gelombang Reformasi ternyata menghasilkan 4 kali tahapan amandemen atas UUD 1945 hingga muncullah nama baru yang sedikit membedakannya dari identitas lama, yaitu UUD NRI 1945 atau secara historis sebagian Ahli Sejarah Tata Negara menyebutnya UUD 2002.

*Paparan a-b ini pun, cukup menunjukkan UUD bukan harga mati, tapi harga tawar juga sesuai realita peta kekuatan politik yang ada.*

*3. NKRI*

Sangat terkait erat dengan paparan No. 2, maka Bentuk Negara & Sistem Pemerintahan di Indonesia pun faktanya berubah-ubah dari waktu ke waktu.

*dari Negara Kesatuan, lalu jadi Serikat/Federal, lalu kembali lagi ke bentuk Kesatuan.

*Dari Sistem Presidensial, lalu berubah ke Parlementer hingga kita pun beberapa kali pernah punya Perdana Menteri, kemudian balik ganti lagi ke Presidensial.

*Dari corak manajemen pemerintahan yang Sentralistik lalu berubah menjadi Desentralisasi dengan aneka otonomi daerahnya.

*Kesimpulannya NKRI ternyata bukan harga mati, ini pun harga tawar sesuai konstelasi politik yang menyelimutinya.*

*4. WILAYAH*

Wilayah adalah salah satu unsur penting pembentuk negara, namun keutuhan wilayah Nusantara Indonesia ternyata tidak fix selalu tetap, sebagaimana fakta berikut:

a). awalnya Irian Barat (Irian Jaya/Papua) belum menyatu dalam wilayah Indonesia & baru bergabung setelah Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969.

b). Timor Timur (Timor Leste) pernah integrasi ke Indonesia sebagai Provinsi Termuda pada tahun 1975, namun berpisah menjadi negara sendiri setelah Jejak Pendapat tahun 1999.

c). Pulau Sipadan & Ligitan, adalah bagian wilayah Kesultanan Pasir yang turut diwariskan dan menjadi bagian wilayah Indonesia, terlepas dan resmi menjadi bagian wilayah Malaysia atas putusan sengketa di Mahkamah Internasional pada tahun 2002.

*Maka perkara ini pun, kalaulah boleh disebut Bhinneka Tunggal Ika, bukan juga harga mati, namun harga tawar yang menyesuaikan diri dengan realitas dinamika politik yang eksis berkembang.*

Inilah keniscayaan zaman yang dikemukakan dalam teori Sosial, bahwa tidak ada yang abadi (harga mati) dalam dinamika sosial kecuali Perubahan.

Perubahanlah fenomena abadi seiring perjalanan hidup manusia.

Siapa pun yang menolak perubahan maka suka atau tidak suka, akan digilas oleh perubahan zaman.

Sesungguhnya urusan kita cuma satu, senantiasa bersiap berubah, dan menjadi pelaku perubahan ke arah atau kondisi yang lebih baik.

Jangankan dalam episode perubahan rezim pemerintahan, tahun ke tahun kehidupan kita pribadi pun, senantiasa terjadi perubahan yang cukup signifikan.

Sekiranya kondisi yang ada saat ini benar-benar telah mewujudkan Tatanan Pemerintahan & Masyarakat 'Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur, Rahmatan Lil A'lamin, Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentram Kerto Raharjo'.

Maka iya, itu adalah kondisi ideal puncak peradaban yang mesti sekuat tenaga kita pertahankan, agar tidak berubah turun pada nilai derajat kualitas peradaban yang lebih rendah...

Tapi keadaan saat ini benar-benar penuh masalah akut sistemik multi dimensi, bahkan terus menukik turun ke titik nadir...

So, gentle saja tuk akui negeri kita memang dalam keadaan amat bermasalah.

Buka hati & pikiran terhadap tawaran solusi penyelesaian, yang memang meniscayakan perubahan.

Yang penting berproses dengan cara yang baik & menuju keadaan yang lebih baik...

Mohon maaf, sikap 'Harga Mati' (Anti Perubahan) saya katakan adalah Sikap Revolusi Mental Kepengecutan 'tuk Mengakui Realitas Yang Bermasalah.

Apalagi disertai Prilaku Absen dari turut Menawarkan Solusi...

Silahkan Tolak Ide Syari'ah-Khilafah,
asal Anda punya Solusi Penyelesaian Yang Sepadan atau Bahkan Lebih Baik dari itu...

Jika ada, mari kita berdiskusi dan berlomba menawarkannya ke Masyarakat Indonesia, atau bahkan dunia...

Karena ini zamannya Globalisasi, sebagian besar masalah umat manusia memang berskala ektra lokal bahkan multi regional...

Eropa saja perlu Uni Eropa walau khusus Inggris sekarang dia pilih Brexit... dalam lingkup terbatas kita pun bersama Asean hingga PBB...

Sudah puluhan tahun, tawaran solusi ide Syari'ah-Khilafah belum diterima umat, kami pun ikhlas menerima kenyataan yang memang perlu proses waktu lama...

Ahok pun pernah mengatakan bahwa kekuasaan itu dari Tuhan..., peta realita kekuasaan politik sedang rakyat percayakan pada siapa pun, kita semua tenang dan sabar saja.

Silahkan coba & coba lagi, sebagai manusia beradab, masih gagal atau pun telah berhasil, tetap harus arif dan bijak...

Semoga Membawa Kita Selamat Dunia hingga Akhirat.
آمين اللهم أمين

a/n. Pribadi & Keluarga,
mohon maaf lahir bathin, atas segala salah & khilaf, termasuk hal yang kurang berkenan pada kalimat surat ini.

Semoga sisa waktu Sya'ban menjadi Persiapan Terbaik Menyongsong Ramadhan.

Hingga Keberkahannya Menghantarkan Kita Pada Kefitrahan serta Derajat Taqwa seiring Kumandang Takbir, Tahmid & Tahlil di Hari Id Nanti.

باركم اللّٰه لكم ولنا أجمعين 😀

Renungan Pribadi; Jum'at mlm Sabtu, Samarinda 12 Mei 2017
Mr. HARIT (Hamdani AbuRidho IbnuThaha)
alhamdulillah sekitar 12 Tahun pernah menjadi PNS & Dosen Ilmu Hukum Hukum suatu PTN.

Resign dengan baik & hormat atas kehendak sendiri.

5 tahun terakhir mendirikan & mengelola Yayasan Pendidikan, Da'wah & Sosial 'Graha Khilafah' Samarinda
CP: 0852 5002 3344

والله أعلم بالصواب
شكرا كثيرا وجزاك اللّٰه خيرا جزاء
والسلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته

#KamiBersamaHTI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar