Kamis, 25 Mei 2017

Sorotan Kritis Indonesia Gagasan HTI Kontribusi



*Oleh : Lutfi Sarif Hidayat, SEI –

Direktur Civilization Analysis Forum / CAF*

Pemerintah sebaiknya memandang HTI sebagai aset yang sangat berharga bagi kebaikan negeri ini. Indonesia sesungguhnya sangat membutuhkan peran HTI dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Sebab harus diakui bahwa Indonesia masih diterpa dan dirundung begitu rupa masalah-masalah dalam segala bidang.

*Moralitas, Sosial dan Pendidikan*

Dalam persoalan moralitas generasi-generasi muda, sepertinya sedang terjadi krisis moral begitu rupa. Dampak lebih luas akan ditemukan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bahwa bertumpuk masalah-masalah di dalamnya. Kerusakan moral sudah menjadi tontonan setiap hari secara langsung di tengah masyarakat maupun dalam pemberitaaan. Hilangnya budaya malu sehingga bebas berbuat semaunya tanpa batas, seks atau pergaulan bebas, dan narkoba sangat mudah ditemukan sekarang ini.

Selain itu, premanisme, geng-geng motor pengganggu, narkoba, aborsi, perilaku tidak sopan kepada orang lain, kriminalitas, pertikaian, perkelahian, hubungan sosial memburuk, terkikisnya kerukunan dalam bertetangga dan bermasyarakat dan sebagainya. Ini menunjukan bahwa negara masih mempunyai pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.

Di tengah-tengah masyarakat juga berkembang pesat apa yang disebut hedonisme, permisivme, dan liberalisme. Hedonisme adalah faham yang menjadikan kesenangan dan kebahagiaan dunia sebagiai tujuan utama. Sehingga apapun yang dilakukan semua ditujukan untuk meraih kesenangan dan kebahagiaan dunia. Dan permisivme adalah faham yang berpendapat bahwa bolehnya berbuat segala sesuatu. Sehingga batasan-batasan norma, etika dan agama tidak dipedulikan. Sedangkan liberalisme adalah kebebasan tiada batas. Dampaknya, manusia mempunyai kebebasan dalam berbuat dan batasannya adalah subjektifitas dari pelakunya. Jika semua itu menjangkiti kehidupan sosial dan kemasyarakatan, maka bisa ditebak apa yang akan terjadi. Kondisi kian memburuk.

Persoalan-persoalan tersebut sedikit banyak berhubungan dengan pola pendidikan yang ada. Baik pendidikan keluarga maupun pendidikan formal. Dan masalahnya adalah kecenderungan keluarga di masyarakat yang hanya mengandalkan pendidikan formal. Sedangkan pendidikan formal seringkali di dalamnya, hanya ditanam kepada peserta didiknya dan berkutat pada arus materialistik belaka. Maksudnya, orientasi pendidikan adalah untuk mengejar dan mencari materi sebagai prioritas utama. Lulus dari pendidikan yang dipikirkan bukanlah perannya di masyarakat seperti apa.

Sehingga ketika pendidikan keluarga cenderung tidak peduli, pendidikan formal berorientasi materi dan lingkungan masyarakat berbau hedonis, permisif dan liberalis. Bisa dipastikan sendi-sendi kehidupan masyarakat akan jauh dari kata baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar